Bersuci dari hadats
dan najis adalah syarat diterimanya sholat seseorang. Begitu pula ibadah-ibadah
yang mewajibkan thoharoh atau
bersuci seperti thowaf dan membaca
al-Qur’an dengan memegang mushaf. Alloh telah menetapkan air sebagai alat yang
digunakan untuk bersuci. Alloh berfirman dalam al-Qur’an surat al-Furqan ayat 48:
“Kami turunkan dari langit air yang suci
dan dapat menyucikan.”
Para ulama fikih
telah merinci jenis air yang hukumnya berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya. Ada air mutlak, air musta’mal atau air yang bercampur dengan sesuatu yang suci, dan
air yang bercampur dengan sesuatu yang najis.
Nah . Jenis air yang pertama
adalah air mutlak. Yaitu air yang suci dan dapat digunakan untuk bersuci.
Seperti air hujan, air laut, air es, air embun, air mata air, air sungai, air
laut, air zam-zam, dan lain-lain. Alloh berfirman dalam al-Qur’an surat al-Furqan ayat
48:
وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا
“Kami turunkan dari
langit air yang suci dan dapat menyucikan.”
Imam Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah,
dan Ahmad Rohimahumulloh meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah bahwa
seorang laki-laki bertanya kepada Rosululloh, “Wahai Rosululloh, kami berlayar
ke laut dengan membawa sedikit air. Jika air itu kami pakai berwudhu,
kami akan kehausan. Bolehkah kami berwudhu dengan air laut saja?” Rosululloh bersabda:
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ، الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
"Laut itu suci
airnya dan halal bangkainya.”
Dalam doa istiftah,
Rasululloh bersabda:
اللَّهُمَّ
بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ
الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ
وَالْبَرَدِ
“Ya Alloh, jauhkan
antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara
timur dan barat. Ya Alloh, bersihkanlah aku dan kesalahan- kesalahanku,
sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Alloh, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku
dengan air, salju, dan air es.”
Termasuk ke dalam
jenis air mutlak adalah air yang tercampur karena telah lama tergenang pada
suatu tempat atau karena bercampur dengan benda yang dapat merubah dzat air
tersebut, seperti air yang dipenuhi oleh lumut atau ganggang atau bercampur
dengan daun-daun yang membusuk.
Selanjutnya, Jenis air yang kedua
adalah air Musta’mal. Yaitu air sisa wudhu atau mandi. Maksudnya adalah air yang
menetes dari sisa bekas wudhu seseorang, atau sisa bekas air mandi janabah. Air
yang telah digunakan untuk thoharoh atau bersuci tersebut kemudian masuk
lagi ke dalam penampungan. Para ulama seringkali menyebut air jenis ini air musta'mal.
Air musta’mal berbeda
dengan air bekas mencuci tangan, atau membasuh muka atau bekas digunakan untuk
keperluan lain, selain untuk wudhu’ atau mandi janabah. Sehingga air bekas
mandi biasa bukan mandi junub, tidak disebut sebagai air musta’mal.
Hukum jenis air ini adalah sama
dengan hukum air mutlak yaitu suci dan mensucikan. Hal ini berdasarkan hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan an-Nasa’I bahwa
sahabat Ibnu Abbas berkata, “Sebagian istri-istri Nabi mandi di dalam satu bak.
Kemudian, Rosululloh datang dan hendak berwudhu dari air tersebut atau hendak mandi. Maka, istrinya
berkata, ‘Ya Rosululloh, saya ini junub.’ Beliau menjawab:
« إِنَّ الْمَاءَ لاَ يَجْنُبُ »
“Sesungguhnya
air tidak menjadi junub.”
Dalam kitab Ainul Ma’bud
dijelaskan bahwa hadits ini dijadikan dalil atas sucinya air musta’mal. Air
tidak menjadi junub dengan mandinya orang yang junub dari air di kolam tersebut.
Selanjutnya . Jenis air yang ketiga
adalah air yang bercampur dengan sesuatu yang suci.Seperti air yang bercampur
dengan sabun, minyak za’faran, tepung, dan lainnya yang dapat merubah dzat air.
Hukum air ini adalah
suci, selama masih dianggap sebagai air murni. Apabila secara adat sudah tidak
dapat dikatakan sebagai air, maka ia pun tetap suci, namun tidak dapat
digunakan untuk bersuci.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhori dan Muslim dalam kitab shohihnya bahwa Ummu Athiyyah berkata:
“Nabi masuk menemui
kami disaat kami memandikan anak putrinya. Beliau bersabda: Mandikanlah tiga
kali, lima kali atau lebih jika dipandang perlu dengan campuran air dan daun
bidara.”
Jenis air yang keempat adalah air air
yang bercampur dengan sesuatu yang najis. Hal ini masih mempunyai dua
kemungkinan, yaitu: Pertama, jika najis tersebut merubah rasa, warna,
dan bau air tersebut, maka airnya tidak dapat digunakan untuk thoharoh atau
bersuci. Kedua, jika najis tersebut tidak merubah salah satu dari dzat air,
sehingga secara adat pun air tersebut masih dianggap sebagai air, maka hukumnya
suci dan mensucikan.
Imam Muhammad bin Ismail as-Shon’ani menukil
perkataan Imam Ibnul Mundir dalam kitabnya Subulusalam bahwa beliau
berkata, “Para ulama telah bersepakat bahwa air sedikit dan banyak jika ada
najis yang jatuh ke dalamnya lalu mengubah rasa atau warna atau baunya maka air
itu najis. Maka kesepakatan atau Ijma ulama ini adalah
dalil atas najisnya air yang berubah salah satu sifatnya.”
JENIS-JENIS AIR UNTUK BERSUCI
Reviewed by abahadam
on
Oktober 27, 2017
Rating:
Tidak ada komentar: